Pernikahan di Sleman

Pernikahan, tidak pernah terpikir sedikitpun akan menghadiri sebuah pernikahan dalam perjalanan hijrah sementara saya. Namun siang itu, 18 Agustus 2013 tiba-tiba saja seorang kawan di studio berkunjung ke kost kami. Waktu itu Mbak Eka, yang menjemput mbak Sri di bawah. Setelah itu terdengar suara percakapan antara Tata, Mbak Eka, dan Mbak Sri yang salah satu diantaranya adalah menyebutkan bahwa akan mengundang kami di acara pernikahannya dan menanyakan kapan kepulangan kami ke Surabaya. Saya yang waktu itu sedang mandi pun rasanya tersambar petir. Cepat-cepat saya keluar dari kamar mandi dan bergabung dengan percakapan itu. Percakapan tentang bagaimana seorang wanita istiqomah memperbaiki diri sembari menunggu dipertemukan dengan Jodoh. Pelajaran dari seseorang yang dalam diamnya memperbaiki diri dan tidak banyak bicara tiba-tiba mengantarkan kabar gembira tentang pernikahannya. 
Seketika ingatan saya melayang pada materi mengaji sore sewaktu SMP dengan kitab tua bertuliskan huruf arab gundul yang berisi tentang hak dan kewajiban suami istri. Melayang juga pada buku-buku menganai pernikahan yang pernah saya lahab walau saya belum waktunya menikah. Tapi beruntung sekali rasanya mempelajari itu semua, ya hitung-hitung sebagai bekal. Saat dapat undangan pernikahan saya selalu berpikir berulang kali untuk menghadirinya atau tidak, jujur saya ini takut untuk mendatangi sebuah pernikahan apalagi pernikahan teman sebaya. Namun kali ini perasaan yang seperti itu hilang. Sungguh saya sungguh beruntung, hijrah saya yang untuk Kerja Praktek ini mendatangkan berbagai pelajaran dan bekal, lengkap rasanya karena tidak hanya bekal mengenai keprofesian saya yang saya dapat namun bekal mengenai bagaimana harus bersikap sebagai wanita juga. Bekal untuk fungsi publik dan domestik wanita. 
25 Agustus 2013, tiba hari pernikahan kawan saya itu. Pagi harinya pun ketika saya tidak jelas harus tinggal di mana juga memikirkan, ah pastinya teman saya sedang berdebar menjalani akad nikah. Siangnya setelah menumpang mandi di kost Mbak Eka kami (saya, Tata, Mbak Eka, Mas Ridho, dan Mas Azan) bersama berangkat ke resepsi pernikahan Mbak Sri di Jalan Magelang. Ah, benar saja di sana aku begitu terpukau melihat seorang teman yang dalam balutan gaun pengantin cantik nan wangi. Untuk kali ini sayang sekali saya tidak punya foto bersama di kamera saya. Jadi saya berfoto narsis ceria sama mereka, hehe...


Istighfar dulu deh yg lihat :p
Setelah pulang dari sana, karena ini adalah hari terakhir saya dan Tata bisa bercengkerama dengan mereka, jadinya sungguh saya masih ingin menghabiskan waktu bersama mereka. Setelah berpusing-pusing ria enaknya kemana jadinya diputuskan saja untuk duduk santai di teras kost sambil makan lotis (yang sesungguhnya di Surabaya itu disebut rujak manis atau rujak buah). Hai teman-teman, tahukah kalian bahwa saya sangat bersyukur mendapatkan cinta baru oleh orang-orang seperti kalian. Semakin memahami bahwa menjadi Planner bukanlah sebuah pekerjaan tapi pengabdian dan perwujudan tugas sebagai khalifah di muka bumi, malu rasanya jika setelah ini mencoba murtad dari tugas sebagai seorang Planner, semoga pemahaman ini dirasakan juga oleh Planner dan Calon Planner yang lain. Keluarku dari zona nyaman yang ternyata sangat merasakan nyaman di tempat hijrah yang baru selama ini membuat saya memahami syair dari Imam Syafi'i yang sangat saya sukai, ya meskipun saya selama ini masih punya nasib di kota ini. 

Foto Oleh: Mbak Eka :D
Pergilah kau kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.


Aku melihat air yang diam menjadi rusak kerana diam tertahan

Jika mengalir menjadi jernih jika tidak kan keruh menggenang
Singa tak akan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika sahaja matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam

Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman

Orang-orang tidak akan menunggu saat munculnya datang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan


Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan

Jika dibawa ke bandar berubah mahal jadi perhatian hartawan.

Post a Comment

0 Comments