Beli Alat Snorkeling di Ampel

Snorkel dan Mask

Hai pembaca setia blog saya, hehe.  Pasti bingung ya dengan judul tulisan kali ini? Kalian pasti tau dong Ampel. Ya, Ampel ini adalah kawasan Kampung Arab di Surabaya. Nanti ya tunggu artikel berikutnya yang membahas tentang Ampel secara murni. Pasti kalian mikir kok beli alat snorkeling di Ampel? Kan ini kawasan yang paling tidak kita bisa mendapatkan barang-barang untuk beribadah, makanan khas Arab, dan produk lainnya yang berbau Arab dan Islam. Yap tepat sekali, kalau niatan berwisata belanja nanti ketemunya ya produk-produk yang seperti itu.
Sebenarnya saya beli alat snorkeling ini di teman main satu komunitas saya yang punya hobi jalan-jalan. Kebetulan teman saya ini punya beberapa snorkel dan mask yang belum pernah dipakai karena beli beberapa/grosir untuk tujuan pergi ke Kepulauan Kangean. Karena gak jadi pergi itu akhirnya beberapa alat ada yang menganggur dan boleh saya beli. Jadi mohon maaf ya kalau ada pembaca nyasar dari google untuk beneran cari alat snorkeling, hehe. Jadi beli alat snorkeling di Ampel ini karena teman saya itu punya toko di kawasan Ampel, sebut saja Toko Abdullah (nama toko sebenarnya) dan Mujib (nama sebenarnya juga J) nama teman saya. So, ga salah jika saya beri judul “Beli Alat Snorkeling di Ampel.”

Sebenarnya hal yang menarik bukan itu saja. Itu sih gak menarik ya? Haha...  Ini nih yang sempat bikin heboh
Salah satu plurk yang menghebohkan
Di situ saya menuliskan kata-kata ijab qabul, seketika langsung heboh dan teman-teman mengira saya melangsungkan pernikahan. Telinga kita mungkin terbiasa mendengar ijab qabul adalah hal yang berhubungan dengan akad nikah. Sebenarnya  ijab qabul berfungsi untuk mengekspresikan akan maksud dan keinginan kedua belah pihak. Baik dalam konteks akad nikah ataupun akad jual beli. Ijab ialah perkataan yang diucapkan oleh penjual, atau yang mewakilinya dalam mengutarakan kehendak hatinya yang berkaitan dengan akad yang dijalin  Sedangkan Qabul ialah perkataan yang diucapkan oleh pembeli atau yang mewakilinya sebagai ekspresi dari kehendaknya berkaitan dengan akad tersebut. 
Secara sederhana  ada ucapan saya jual barang ini oleh si penjual dan ucapan saya beli oleh si pembeli. Atau kata-kata tersebut bisa dikonversi dalam bentuk lain. Hal ini membuat saya kembali mengingat pelajaran fiqih saat SMP dulu di Bab Jual-Beli. Tepatnya ada 3 rukun jual beli:
  1.  Al- ‘Aqid (penjual dan pembeli atau orang yang melakukan transaksi) haruslah seorang yang merdeka, berakal (tidak gila), dan baligh atau mumayyiz (sudah dapat membedakan baik/buruk atau najis/suci, mengerti hitungan harga). 
  2. Al-‘Aqd (transaksi itu sendiri) Penjual dan pembeli harus saling ridha dan tidak ada unsur keterpaksaan dari pihak manapun meskipun tidak diungkapkan. Dari sinilah lahirlah aqad jual beli. Namun ada dua pendapat mengenai hukum ijab qabul jual beli.

Pendapat pertama: Mayoritas ulama dalam mazhab Syafi’i mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul dalam setiap bentuk jual-beli, maka tidak sah jual-beli yang dilakukan tanpa mengucapkan lafaz “saya jual… dan saya beli…”.
Pendapat kedua: Tidak mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul dalam setiap bentuk jual-beli. Bahkan imam Nawawi -pemuka ulama dalam mazhab Syafi’i- melemahkan pendapat pertama dan memilih pendapat yang tidak mensyaratkan ijab-qabul dalam aqad jual beli yang merupakan mazhab maliki dan hanbali. (lihat. Raudhatuthalibin 3/5).
Dalil pendapat kedua sangat kuat, karena Allah dalam surat An-Nisa’ hanya mensyaratkan saling ridha antara penjual dan pembeli dan tidak mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul. Dan saling ridha antara penjual dan pembeli sebagaimana diketahui dengan lafaz ijab-qabul juga dapat diketahui dengan adanya qarinah (perbuatan seseorang dengan mengambil barang lalu membayarnya tanpa ada ucapan apa-apa dari kedua belah pihak). Dan tidak ada riwayat dari nabi atau para sahabat yang menjelaskan lafaz ijab-qabul, andaikan lafaz tersebut merupakan syarat tentulah akan diriwayatkan. (lihat. Kifayatul akhyar hal.283, Al Mumti’ 8/106).
Imam Baijuri –seorang ulama dalam mazhab Syafi’i- berkata, “mengikuti pendapat yang mengatakan lafaz ijab-qabul tidak wajib sangat baik, agar tidak berdosa orang yang tidak mengucapkannya malah orang yang mengucapkan lafaz ijab-qabul saat berjual beli akan ditertawakan” (lihat. Hasyiyah Ibnu Qasim 1/507).
Dengan demikian boleh membeli barang dengan meletakkan uang pada mesin lalu barangnya keluar dan diambil atau mengambil barang dari rak di super market dan membayar di kasir tanpa ada lafaz ijab-qabul. Wallahu a’lam.
(Sumber: MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM Edisi 6 Volume 1 Tanggal 15 Juni 2010)
            3.  Al-Ma’qud ‘Alaihi ( objek transaksi mencakup barang dan uang).
Kembali ke alat snorkeling, saya datang ke sana untuk melihat kondisi alat sebelum melakukan jual beli. Kemudian Mas Mujib menanyakan saya apakah  saya ikhlas membeli barang tersebut dan saya juga balik tanya apakah Mas Mujib ikhlas menjual alat snorkeling tersebut pada saya. Setelah itu saya menyerahkan sejumlah uang sambil berkata “saya beli ya mas.” Lalu Seketika beliau menegaskan sekali lagi dengan mengatakan “iya saya jual.” Di sini saya pribadi merasakan sebuah keridhoan untuk transaksi ini. Menurut saya itulah yang point penting dari adanya ijab qabul jual beli.
Selain hari itu saya juga pernah ke toko kawan saya itu bersama abang saya saat mencari peci untuk akad nikah. Akhirnya kami nyantol di tokonya. Dan beberapa percakapan pun dimulai antara abang saya dan kawan saya itu. Kira-kira seperti ini beberapa percakapannya yang dimulai dari pertanyaan-pertanyaan abang saya sejak kapan dia memulai usahanya sampai bagaimana dia menjalankan usahanya.
Promosi yang dilakukan untuk mengembangkan usaha ini bagaimana?
Tidak ada promosi secara khusus, orang-orang taunya ya dari mulut ke mulut dan pelanggan taunya juga dari kualitas barang-barang di sini. Apalagi kan di sini saya menjual dalam partai besar.
Apa gak melakukan promosi lewat website biar orang-orang makin kenal produk-produk kamu?
Enggak mas, kalau saya melakukan promosi lewat website juga takutnya malah mengganggu pedagang yang di dalam (dekat masjid Ampel). Kan yang mengambil bukan Cuma orang-orang dari luar kawasan Ampel tapi pedagang-pedagang di dalam juga. Takutnya malah pelanggan pedagang di dalam pada lari ke sini karena di sini lebih murah tentu dalam partai besar. Sama-sama cari nafkah kan harus saling menghormati. Allah pasti sudah menggariskan rizki masing-masing.
Kira-kira begitulah percakapannya, tentu masih panjang tapi itu sih intinya. Saya memetik pelajaran dari percakapan mereka. Bahwa dia ingin usahanya barokah dengan tidak serakah untuk meraup untung sebanyak-banyaknya tapi sebarokah-barokahnya, istilahnya begitu sih. Disamping itu untuk menambah keberkahan rizki, beliau juga melakukan kegaiatan-kegiatan terpuji lain yang tidak perlu saya sebutkan. Meskipun tentu saya beda partai dengan pedagang lain, dia tetap tidak ingin melakukan promosi berlebihan sehingga bisa mengganggu hak pedagang lain. Hal baik itulah yang saya ambil dari pertemanan kami, banyak pelajaran yang bisa diambil.
Mohon maaf jika akhirnya tulisan ini jadi ngelantur kemana-mana. Tidak ada maksud lain juga selain mengambil hikmah dari setiap pertemuan saya dengan kawan saya satu itu. Semoga usahanya semakin lancar dan semakin barokah J


Post a Comment

0 Comments