Hutan adalah Surga Bagi Dunia

Sumber: Dokumen pribadi saat di Tirtonirmolo

Bumi sudah banyak berubah ya? Bukan berubah bentuk dari bulat menjadi persegi namun secara kasat mata maupun tingkat amenitinya. Saya memang baru 22 tahun melihat bagaimana dunia, mungkin tak seluas pandangan orang lain tapi cukup untuk melihat morfologi Kota Surabaya sebagai tempat tinggal saya. Dahulu RTH 30%  untuk setiap kota sesuai dengan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang masih sangat mungkin terjadi. Dahulu tidak perlu menghadirkan RTH segencar saat ini sudah terealisasi dengan halaman-halaman rumah yang luas dengan banyak pepohonan dan tanpa perkerasan. Saat ini jangankan memiliki halaman, memiliki pagar rumah saja sudah untung. Tanah sedikit, setelah mengajukan permohonan IMB terpotong rencana jalan sampai syarat Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Luas lahan semakin terbatas, pembangunan semakin vertikal. Upaya penggantian RTH dilakukan dengan roof top garden oleh perusaahan maupun pengembang untuk mengatur iklim mikro. Cukupkah? RTH bukan hanya pemanis mata, lebih dari itu ternyata memiliki fungsi untuk menangkap dan menyimpan air, mengatur iklim mikro, hingga saat ini berkembang fungsi sebagai sarana sosial untuk taman aktif perkotaan. Kota Surabaya sebagai kota metropolitan pun sampai memperkuat undang-undang di atas dengan Perda Kota Surabaya No 3 Tahun 2007 tentang  RTRW Kota Surabaya dengan aksi nyata menghadirkan RTH sebagai taman aktif perkotaan dan pada median jalan atau pulau-pulau jalan. Tujuannya tidak lain adalah untuk resapan air dan mengatur iklim mikro perkotaan, menginternalisasi polusi yang ditimbulkan suatu wilayah agar tidak menyebar ke wilayah lain. Fungsinya lebih manis dari sekadar estetika kota bukan?
Lebih luas lagi fungsi hutan di Indonesia sebagai pengatur iklim makro. Hutan lebih dari RTH namun sama-sama berfungsi untuk menghasilkan oksigen, tidak ada perkerasan sebagai penangkap dan penyimpan cadangan air tanah, tentunya semua itu dengan skala yang lebih besar. Orang bilang negara tetangga kita bernapas dengan hutan Indonesia, orang bilang mereka lumpuh jika lahan atau hutan Indonesia kebakaran. Begitu besarnya peran hutan yang tidak hanya bagi orang Indonesia. Begitulah hutan mampu menghadirkan surga bagi manusia. Bisa mendapatkan oksigen dan bernapas dengan layak, mampu menjaga kita dari terpaan sinar UV secara langsung, serta dapat minum air yang disimpan oleh tanah dengan aman. How come? Read it more. Hutan ternyata juga mampu menyediakan kebutuhan pangan sampai kebutuhan sehari-hari. Kenapa bisa? Menilik hutan berdasarkan fungsinya, yaitu sebagai hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan produksi. Terbayang kan bagaimana peran masing-masing bagi kehidupan kita?
Baiti Jannati, Rumahku adalah Surgaku begitu pepatah Arab ini jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Pepatah ini tidak hanya berlaku bagi kita manusia saja sebagai khalifah di muka bumi. Biota pesisir menjadikan hutan mangrove sebagai rumahnya, sedangkan hutan di darat menjadi rumah dan surga bagi berbagai macam satwa di dalamnya.  Tentu tidak asing lagi terdengar mengenai deforestasi di Indonesia yang mengancam habitat satwa bahkan tempat tinggal masyarakat adat. Karena Indonesia memiliki hutan yang berfungsi sebagai hutan produksi dan banyak kebutuhan manusia yang berasal darinya maka beberapa peraturan perundang-undangan dibentuk untuk mengendalikannya. Tak semudah yang dibayangkan, praktiknya selalu ada yang melebihi batas sampai mengancam makhluk di dalamnya. Baik itu hutan produksi yang menghasilkan kayu maupun bukan kayu, entah melalui proses analisa kelayakan proyek atau tidak pada akhirnya masih banyak yang tidak memperhatikan kelestarian. Pengawasan yang lemah memang masih jadi soal tapi bukan tidak mungkin untuk berperan menjadikan hutan lebih baik. Salah satu yang paling mudah dilakukan adalah cermat memilih produk yang kita gunakan atau konsumsi, paling tidak produk yang kita pakai tidak menyakiti hutan. Menyakiti hutan berarti menyakiti surga kita bersama.
Jangan sampai generasi yang akan datang mengenal Harimau, Orangutan, Gajah, dan satwa-satwa lainnya sebagai satwa yang hidup di Taman Safari atau Kebun Binatang. Karena sejatinya pembangunan berkelanjutan bukan yang seperti itu. Pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana membangun harmonisasi aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Lebih mudahnya adalah generasi mendatang dapat menikmati sesuatu yang sama dengan yang kita nikmati saat ini. Tidak lucu bukan kalau kita mengenal Orangutan atau Harimau adalah satwa yang hidup liar di hutan dan kemudian anak cucu kita mengenalnya dengan satwa yang hidup di taman safari? Jadi mari laksanakan perintah Tuhan untuk menjaga semesta, surga dunia bukan hanyak hak manusia tapi juga flora dan fauna yang ada di bumi. Justru hal ini adalah kewajiban manusia agar dunia ini cukup untuk memenuhi kabutuhannya, karena sampai kapanpun dunia dan seisinya tidak akan cukup untuk memenuhi keinginan manusia. So, let us Protect Paradise!
Dukung Gerakan Keren Ini



Post a Comment

8 Comments

  1. mak aku kalo pulang ke cepu juga melewati hutan2 jati too... tapi sedihnya mak sekarang udah jarang2 dan pada gundul..... :-(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, sedih juga mak. Ayo mak tulis juga soal betapa berharganya hutan.

      Delete
  2. sekarang semakin banyak ilegal logging dan mereka telah merusak hutan secara nyata !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, merusak hutan berarti merusak habitat satwa di dalamnya dan rumah bagi masyarakat adat juga.

      Delete
  3. Setuju Mak.... pemeliharaan hutan beserta segala ekosistem di dalamnya memang harus ditingkatkan lagi. Satwa2 Indonesia itu kaya banget, bayangin aja seandainya kita punya hutan lindung yg di-set sempurna dengan beragam satwa di dalamnya, pasti bakal jadi daya tarik wisata hutan tropis yg terkenal.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak, padahal ya ekowisata yg bener2 dijaga justru bisa menghasilkan pendapatan bagi pemda/pusat dengan jangka waktu lebih panjang. Sedangkan kalau diabil kayak sekarang dapat uang tp lebih sedikit dan jangka waktu yg sedikit pula.

      Delete
  4. dari Surabaya Mak? salam kenal ya ^^
    di Surabaya sepertinya sudah banyak program green and clean dari kampung ke kampung. Sedikit lebih adem

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak saya dari Surabaya, salam kenal juga :D
      Iya Surabaya perubahannya emang keren, pernah juga saya belajar ke kampung Gundih yang jadi pelopor green and clean itu. Bu Risma keren sih, tegas menghadirkan RTH :D

      Delete