Menjajaki Madura

Apa yang tersirat di benak anda mendengar kata Madura atau ketika melihat orang Madura?

Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar kepada saya dari Ibu bagian promosi di Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Sumenep. Saya tidak menjawab dengan cepat tapi malah mengingat bagaimana kesan saya terhadap Madura dulu dan kini. Di sela saya asyik mengingat, si ibu menyahut pasti kesannya sangar, kolot, keras, atau garang ya? Tepat, tapi itu dulu. Ya, dulu memang saya berpikiran seperti itu. Karena tempat saya tinggal terdiri dari berbagai macam suku, mulai dari orang Tionghoa, Jawa sampai Madura. Cuma bahasa Madura yang terdengar aneh dan susah pengucapannya. Sampai saat ini juga sedikitpun saya tidak bisa. Ditambah lagi ada beberapa kesan tidak enak mengenai kebiasaan orang Madura di sini dan beberapa pemberitaan ekstrem seperti peristiwa carok yang sampai dimuat di koran lokal. Mungkin bukan hanya saya yang beranggapan seperti yang dilontarkan ibu tadi. Lantaran tidak familiarnya bagaimana budaya di Madura. Maklum saja tidak pernah disinggung di FTV, kalaupun ada juga hanya sebatas logat yang sama sekali tidak menggambarkan bagaimana aslinya. Atau mungkin juga cuma saya yang beranggapan demikian.
Semua yang saya pikirkan bagaikan mendiskriminasi salah satu suku di dalam pikiran saya sendiri. Lama kelamaan saya muak juga dengan pola pikir saya sendiri atau lebih tepatnya menjadi lelah. Lelah beranggapan tak indah pada sesuatu yang sebenarnya adalah keberagaman yang indah. Ya, berawal dari kelelahan itu saya mulai melakukan perjalanan saya mengenal Madura. 
Dimulai dari ketidaksengajaan pada awal semester kuliah. Saya mendapatkan tugas komputasi perencanaan yang kawasannya kami dapat di Mercusuar Sembilangan, Bangkalan. Ceritanya tugas ini berkelompok dan kami harus merencanakan dan membuat desain 3D kawasan wisata. Setiap progres yang wajib diunggah di blog kelompok membuat saya ketagihan mengupdate blog saya sendiri juga.
Dari awal kunjungan saya itu akhirnya saya melakukan perjalanan untuk mencari setetes surga di bumi Madura. Dari mulai Kabupaten Bangkalan sampai Kabupaten Sumenep kemudian beberapa saya tuliskan pengalaman saya di blog pribadi. Usaha saya untuk memangkas diskriminasi di otak saya sendiri akhirnya dimulai.  Apa yang posting di blog kemudian saya bagikan melalui akun twitter saya. Iseng-iseng saya mencari akun twitter komunitas blogger di Madura, ternyata saya menemukan akun Plat-M yang menjadi komunitas blogger terbesar di Madura. Mulai dari situ saya membagikan pengalaman saya tentang Madura dengan mereka.
Sampai suatu ketika saya berjumpa langsung dengan mereka di suatu pertemuan antara blogger se-Nusantara. Saya yang datang sebagai peserta perseorangan begitu terpukau dengan kedatangan mereka sebagai komunitas yang solid dan disegani oleh blogger lain. Setelah dari acara tersebut saya semakin ingin tahu mengenai keunikan Madura yang sebagian orang menganggapnya sebagai budaya yang sangar. Tentu saja hal proses mencari tahu saya ini sangat terbantu dengan tulisan mereka di website yang memang tak hanya sekadar menyangkut empat kabupaten tapi juga dari aspek pariwisata, sosial, sampai informasi terkini yang ada di Madura. Nampaknya tidak sia-sia usaha saya untuk memahami berbagai aspek kekayaan Madura.
Tidak sampai di situ, bahkan saya ngotot mengajak orang tua saya untuk mengikuti acara di kampung saya yang mengadakan wisata religi di Madura. Saya tahu bahwa saya bukan tipe orang yang suka sekadar wisata seperti ini. Dalam benak saya, ini pasti bermanfaat untuk mengetahui bagaimana sejarah Islam di Madura hingga seberapa besar pengaruhnya terhadap budaya masyarakat setempat. Yang paling ekstrem, saya yang orang Surabaya ini mengambil tema tugas akhir mengenai pariwisata di Kabupaten Sumenep. Entah apa yang menggerakkan hati saya untuk mengambil lokasi tersebut. Semoga apa saya yang sedang saya kerjakan kelak membawa manfaat untuk mereka di sana.
Sampai akhirnya saya menyadari bahwa Madura tak seperti anggapan saya sebelumnya. Saya salah besar. Budaya yang saya anggap keras, kolot dan sangar adalah upaya untuk melindungi apa yang mereka miliki agar tidak pudar digilas arus globalisasi. Maafkan saaya atas semua kekhilafan dan ketidakmengertian saya. Sungguh ini bukan ajang mendukung atau menyudutkan suku tertentu, ini murni usaha saya belajar mengenal. Madura kini patut berbangga memiliki anak-anak muda yang peduli terhadap daerahnya. Melindungi budayanya dan mengembangkan potensinya dengan menerapkan teknologi yang tepat guna. Ya, mereka melakukannya. Dari komunitas kecil untuk memperkenalkan keunikannya pada dunia. Jargon mereka Menduniakan Madura lewat blog tak hanya menjadi mimpi semu. Kini diam-diam mimpi mereka juga menjadi mimpi saya.



Post a Comment

0 Comments