My Generation: Anak Tak Selalu Salah Dan Orang Tua Tak Selalu Benar



Pernah merasa khawatir dengan generasi saat ini? Yang sudah jadi orang tua pasti tau rasanya. Rasa cemasnya, bagaimana anak-anak saat ini menjalani pergaulan? Bagaimana mereka ke depan akan menjalani hidupnya? Saya sedikit merasa lucu sih, karena belum jadi orang tua saja sudah bisa merasakan bagaimana rasanya. Haha... Terkadang terlintas di pikiran kalau sebenarnya orang tua saya ini juga merasakan seperti itu terhadap saya. Ya karena saya punya satu adik sepupu yang masih SMA dan menjadi seorang tante dengan segudang keponakan, yang paling besar baru masuk SMA. Hal-hal mencemaskan itu secara otomatis membuat saya selalu berusaha menjaga sikap untuk memberi contoh pada adik dan keponakan-keponakan saya. Bahkan jika ada waktu saya selalu sempatkan ikut menonton aksi panggung adik sepupu saya sejak dia memutuskan menyukai musik. Bersikap natural seperti bukan kepo tapi tertarik dengan bakat dan yang dia lakukan, agar mengawasi perggaulannya jadi sedikit lebih mudah jika saya juga berteman dengan kehidupan yang dia senangi.Maklumlah, masa remaja identik dengan masa pencarian jati diri, bahkan saya saja masih mencari jati diri. Halah sok muda. Haha...

Baru-baru ini sering sekali terlihat orang-orang membicarakan tentang My Generation, film terbaru produksi IFI Sinema yang akan tayang pada tanggal 9 November 2017. Pertama kali melihat teaser film ini saya mengerutkan dahi. Sambil mbatin ini anak-anak generasi micin ngapain dah? Eh lha kok lupa ternyata memang itu yang terjadi di generasi milenial ini. Saya langsung kepo dan ternyata sutradara Upi ini memang melakukan riset untuk film ini selama dua tahun dengan mengamati perilaku remaja zaman sekarang. Tapi saat official trailernya resmi rilis, saya malah jadi manggut-manggut. Karena anak-anak yang kalian sebut generasi micin itu sebenarnya juga manusia dan mempunyai kegelisahan tersendiri atas hidupnya. 

Film My Generation ini menggambarkan tentang kehidupan 4 sahabat remaja SMA dengan karakter dan permasalahan hidupnya masing-masing yang menggambarkan realita saat ini. Zeke (Bryan Langelo), Konji (Arya Vasco), Suki (Lutesha), dan Orly (Alexandra Kosasie) gagal pergi liburan karena video mereka yang memprotes guru, sekolah dan orang tua menjadi viral di sekolah. Hingga mereka dihukum tidak boleh pergi liburan. Tapi mereka terlalu keren untuk mengutuki keadaan dan membuat orang-orang yang sudah menghukum mereka puas. Liburan sekolah yang tidak istimewa justru membawa mereka pada kejadian dan petualangang yang memberi pelajaran sangat berharga bagi kehidupan mereka.
Lewat berbagai karakter itulah, Upi ingin menceritakan bahwa permasalahan yang dihadapi anak-anak generasi milenial ini nyata dan tidak melulu label nakal yang disematkan itu murni mereka sendiri yang membentuk. 




Pernah melihat atau punya teman dengan karakter seperti Suki? Selalu terlihat mudah bergaul, gampang berteman dengan siapapun, bisa menghidupkan suasana, bahkan terlihat keren? Pasti punya dong ya? Tapi beberapa yang terlihat seperti ini justru memiliki rasa percaya diri yang berbanding terbalik dengan imej dia yang melekat di mata teman-temannya. Ada lho orang seperti ini. Saya percaya karena saya mengalaminya sendiri. Karena dibalik sikap cerianya, justru sisi lain dirinya mengalami krisis percaya diri yang besar. Beruntung jika yang mengalami hal ini adalah mereka yang usia remaja dan segera bisa membangun kepercayaan diri mereka kembali. Ia selalu terlihat ceria sebagai bentuk melawan rasa percaya diri. Jika ia selalu terlihat ceria, itu sebagai bentuk usaha melawan rasa tidak percaya dirinya. Jika rasa percaya pada orang lain mampu kita tumbuhkan dengan melihat pembuktian orang lain, maka rasa percaya pada diri sendiri ini lebih sulit. Istilahnya kita harus mampu melawan dan membuktikan pada diri sendiri. Besar kemungkinan mereka mengalami penolakan, keraguan, atau bahkan tidak diberi kesempatan saat membuktikan kemampuannya. Oleh siapa? tentunya oleh orang yang mereka anngap patut dihormati, dijadikan contoh dalam hidup, atau orang yang mereka percaya. Bisa jadi itu guru, orang tua, atau anggota keluarga laiinya. Pada siapapun yang pernah atau sedang mengalami krisis percaya diri, pastikan anak-anak kita kelak tidak mengalami hal yang sama.


Sebuah kiriman dibagikan oleh my generation film (@mygenerationfilm) pada


Nah yang dilakukan oleh tokoh Orly ini termasuk hal yang saya secara pribadi tidak pernah bersentuhan dengan hal-hal seperti ini. Apalagi benar adanya kata Orly, tentang keperawanan adalah hal yang tabu bagi masyarakat kita untuk mengusiknya. Tapi terkadang label-label seperti itu juga bisa menjadi salah tempat untuk melabeli kaum perempuan. Penasaran juga, cerita seperti apa yang akan dibawakan oleh tokoh Orly.



Sebuah kiriman dibagikan oleh my generation film (@mygenerationfilm) pada


Kita tahu kalau masa pubertas adalah masanya anak-anak tumbuh tak hanya secara fisik, tapi juga dengan mempertanyakan banyak hal untuk membentuk jati diri mereka. Lingkungan paling dekat anak-anak sejatinya adalah lingkungan keluarga. Tapi bagaimana jika ketika masa pubertas malah menjadi masa membingungkan bagi anak? Seperti yang dialami oleh tokoh Konji? Tumbuh di antara kondisi keluarga yang sangat protektif tapi juga melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang dibuat oleh keluarganya sendiri. Jangan lupa kalau masa seperti ini bagi anak adalah yang akan berpengaruh pada hidupnya kelak. Karena akan banyak merekam kejadian dari orang-orang yang dekat dengannya sebagai pegangan untuk menjalani hidup.




Sebuah kiriman dibagikan oleh my generation film (@mygenerationfilm) pada



Kalau mau buru-buru melabeli anak dengan sebutan anak nakal, coba renungkan penggambaran tokoh Zeke. Jangan-jangan anak yang diberi label nakal itu adalah anak yang menyimpan luka dalam dirinya. Kecewa dengan keadaan keluarga yang mungkin dipandang orang lain baik-baik saja, tapi bagi anak ada hal yang bertentangan dengan dirinya dan apa yang dia yakini. Bisa jadi orang tua tidak sadar akan sikap mereka yang sebenarnya setiap hari memupuk beban di batin anak-anaknya. Dan mereka akhirnya melampiaskan dengan cara yang dianggap bertentangan dengan orang tua. Sehingga lahir label anak nakal. Yang harus diingat adalah beda generasi, beda juga cara pandangnya. Tidak jarang, komunikasi malah berujung menjadi perdebatan. Semua generasi menghadapi masalah masing-masing, namun yang harus diingat adalah saat ini mereka menghadapi hal-hal yang lebih komplek. Yang diharapkan adalah menemukan frekuensi yang sama antara anak dan orang tua.

Menarik ya permbawaan dan cerita dari masing-masing tokoh? Tapi dalam Film My Generation ini tidak hanya menampilkan wajah-wajah baru di dunia perfilman. Banyak aktor dan aktris senior yang sudah tidak diragukan lagi dalam dunia seni peran. Sebut saja Tyo Pakusadewo, Ira Wibowo, Surya Saputra, Joko Anwar, Indah Kalalo, Karina Suwandhi dan Aida Nurmala. Adu akting antara para aktor muda dengan aktor senior ini memperlihatkan bahwa IFI Sinema tidak main-main dalam menyuguhkan tontonan yang akan tayang 9 November 2017 nanti. Penasaran juga bagaimana cerita dalam My Generation ini akan menyelesaikan masing-masing permasalahan yang diangkat. Semoga bisa mencerahkan anak-anak usia remaja dan orang tua tentang bagaimana generasi milenial ini menghadapi kehidupan mereka. Dan orang tua tidak lagi punya “hobi” memberi label pada anaknya tanpa mengkoreksi diri sendiri.


Post a Comment

1 Comments

  1. Iya, orang tua gak boleh seenaknya melabeli anak... Takutnya anak mengalami luka hati..

    ReplyDelete