Kabupaten Sumenep dikenal sebagai
kabupaten yang tidak hanya memiliki wilayah daratan saja namun juga kepulauan. Di
wilayah daratannya sendiri, kabupaten ini memiliki pantai-pantai yang indah
dengan air laut berwarna biru seperti Pantai Lombang. Sedangkan di wilayah
kepulauannya tidak diragukan lagi memiliki banyak pulau yang cantik dengan
pantai dan terumbu karang. Kabupaten Sumenep juga memiliki empat pulau kecil
yang disebut dengan gili, salah satunya adalah Gili Labak.
Gili Labak ini merupakan pulau
kecil yang masih termasuk dalam Desa Kombang, Kecamatan Talango, Kabupaten
Sumenep. Untuk mencapainya bisa dibilang masih sulit karena tidak ada kapal
dengan pelayanan rute khusus. Satu-satunya cara yaitu dengan menyewa perahu
sendiri dari Pelabuhan Kalianget atau Desa Kombang yang terletak di Pulau
Poteran.
Dari kejauhan pulau seluas 5
hektar ini terlihat dikelilingi oleh pantai berpasir putih dan laut yang biru.
Saat sampai di Gili Labak terkesan seperti pulau pribadi karena pulau ini hanya
dihuni oleh 35 kepala keluarga yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Dengan
ombak yang tenang dan terumbu karang yang relatif masih bagus menjadikan snorkeling sebagai salah satu kegiatan wajib saat
berkunjung ke Gili Labak. Namun pulau dengan beragam daya tarik ini belum
dikelola oleh pemerintah kabupaten setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari
minimnya fasilitas umum untuk wisatawan.
Kegiatan snorkeling hanya bisa
dilakukan jika kita membawa peralatan sendiri. Toilet umum juga masih
mengandalkan meminjam pada warga setempat. Untuk menginap bisa mengandalkan
menumpang di rumah warga ataupun dengan berkemah.
Meski demikian tidak mengurangi
keseruan berlibur di Gili Labak. Karena selain disuguhi dengan pemandangan alam
yang memukau juga dapat bercengkerama dengan warga yang ramah. Mengunjungi Gili
Labak menjadi keistimewaan tersendiri. Melihat pesona negeri dari keindahan
alamnya dan juga melalui keramahan penduduknya. Tidak salah jika banyak
pengunjung yang ingin kembali untuk menikmati suasana tersebut.
Kira-kira begitulah saya mendeskripsikan Pulau Gili Labak tahun 2014 lalu, saat saya pertama kali menginjakkan kaki di sana.
Tahun 2018 sudah memasuki bulan
terakhir dengan banyak destinasi Wonderful Indonesia lain yang pernah saya kunjungi,
namun Gili Labak selalu punya tempat tersendiri di memori saya. Betapa tidak,
saya menjadi saksi banyaknya pengunjung yang setiap tahun ke Gili Labak.
Pertama Kali Ke Gili Labak Foto oleh: Teman Saya Nui |
Menelajah Pulau Foto Oleh: Teman Saya Nui |
Tahun 2014 Bulan Mei saat pertama
kali ke Gili Labak saya seperti terdampar di pulau kecil tanpa penghuni. Dari
pinggir tak terlihat bahwa pulau kecil itu dihuni oleh orang-orang ramah. Tak
ada tanda-tanda tempat ini dikelola sebagai tempat wisata. Saya bercengkerama
dengan penduduk asli Gili Labak. Di warung yang seadanya, saya disuguhi teh
hangat untuk meredakan mabuk laut dan kelapa muda yang pohonnya mengelilingi
pulau ini. Bahkan saya bertemu seorang pengunjung lain yang sampai sekarang
kami masih menjadi teman baik.
Di tahun yang sama bulan
berikutnya, saya kembali bersama sekitar 20 orang yang minta saya menemani
mereka berkunjung ke Gili Labak. Tua, muda, dan anak-anak, sangat terkejut
bahwa di dekat Pulau Madura ada pulau kecil pesona Wonderful Indonesia yang
sangat cantik dengan pasir putih dan laut yang biru dan jernih. Masih sama, tak
ada fasilitas untuk wisatawan, semuanya menumpang di tempat penduduk sekitar.
Kemah Di Gili Labak |
Di tahun yang sama akhir bulanke-9, saya kembali mengunjungi Gili Labak. Rasanya seperti jatuh cinta yang
ingin cepat-cepat bertemu. Saya kembali bersama orang-orang yang paling berarti
bagi hidup saya. Biasanya mereka saya panggil Dugangers, orang-orang yang
menghabiskan waktu kuliahnya dengan saya.
Kali ini saya sempatkan menginap
dengan cara berkemah. Nuansa pulau pribadi di Gili Labak semakin terasa saat di
bagian terluar pulau hanya ada dua tenda milik kami. Tidak ada orang lain yang berkemah
saat itu. Rupanya saat itu tenda kami menghadap selatan karena matahari tenggelam
terlihat sangat cantik. Seperti tenggelam di balik laut dengan pemandangan
teman-teman saya yang bermain di laut.
Menikmati Sunset |
Shalat di pantai, merasakan angin
laut, dan deburan ombak. Kemudian seseorang mendatangi kami dengan membawa Giant Trevally berukuran sedang, katanya
untuk kami. Bersamaan dengan api unggun yang menyala, sebagian kami
membersihkan ikan GT di laut kemudian membakarnya di api unggun dengan bumbu
kecap manis. Ikan GT tersebut tak terlalu besar untuk mengenyangkan perut 11
orang tapi sangat cukup untuk memulai keakraban kami dengan orang asing yang
baik tersebut.
Giant Trevally |
Sekembalinya orang tersebut ke rumahnya,
malam juga semakin larut. Kami tentu juga makin larut dengan suasana. Hanya ada
kami yang berkemah di pulau kecil di tengah laut itu. Ini adalah salam
perpisahan yang paling sempurna sebelum kami saling melepas menuju kehidupan
masing-masing.
Saat pagi datang, dengan beberapa
langkah saja kami juga bisa menemukan kaki langit tempat matahari terbit. Dan
saat kami akan kembali ke Pulau Madura, beberapa orang wisatawan datang untuk
berkunjung.
Tahun 2015 saya kembali ke Gili
Labak bersama satu orang rombongan yang ingin dipandu untuk menikmati salah
satu Wonderful Indonesia itu. Tidak sampai setahun rupanya Gili Labak sudah
sedikit berubah. Warung-warung mulai menyediakan kebutuhan untuk wisatawan,
yang paling penting sudah tidak ada lagi kesan pulau tidak berpenghuni saat
pertama kali sampai.
Gili Labak 2016 Foto Oleh: Dok Pribadi |
Sekitar akhir tahun 2016 saya
kembali tapi hanya berdua dengan teman saya. Sebenarnya tujuan utama berkunjung
adalah untuk penelitian. Tapi bolehlah untuk menikmati suasana Gili Labak dan
berenang di laut. Saya ke sini selalu membawa alat snorkeling dan fin
kesayangan saya. Meskipun sekarang kita juga bisa menyewa ke pemilik jasa
perahu yang kita gunakan.
Warung Di Gili Labak 2016 Foto Oleh: Dok. Pribadi |
Persiapan Makan Bersama Warga Foto Oleh: Dok. Pribadi |
Gili Labak saya di Tahun 2016
menjadi memori terakhir. Pasir putih yang menjadi daya tarik semakin terlihat
bersih, toilet umum sudah tersedia, bahkan Gili Labak menuju mandiri untuk
mengolah sampah plastik mereka. Mereka memiliki alat pengolah sampah plastik
yang bisa mengubahnya menjadi bahan bakar minyak.
Alat Pengolah Limbah Plastik DI Gili Labak Foto Oleh: Dok. Pribadi |
Memori terakhir saya dengan
percakapan panjang bersama dan makan bersama penduduk sekitar, tentunya dengan
diterjemahkan oleh Bapak pemilik perahu yang sudah menemani saya berkunjung
sejak 2014. Ya, mereka jarang yang bisa Berbahasa Indonesia, saya juga tidak
bisa Bahasa Madura. Ternyata tidak perlu pergi jauh untuk menjadi asing. Di
tempat yang dekat pun juga bisa merasa asing dan tersesat namun masih
dikelilingi keramahan, this is Wonderful Indonesia.
Saya senang jika diminta menemani
orang-orang untuk mengunjungi Gili Labak. Saya ingin orang-orang mencintai Gili
Labak dan laut. Seiring terkenalnya pulau ini, saya ingin mereka mencintai
sambil menjaga Gili Labak. Pesona Wonderful Indonesia memang sudah seharusnya
kita jaga bersama. Ayo bagikan ceritamu mencintai pesona Indonesia dengan
mengikuti Wonderful Indonesia Blog Competition.
4 Comments
setiap provinsi yang ada di Indonesia, selain daratan (tentunya) pasti ada lautannya ya... makanya negara kita disebut negara kepulauan ya...
ReplyDeleteUlala aku pengen kesana kak, btw naik perahunya aman gak sih?
ReplyDeleteTerimakasih sudah membawaku serta ke sini, pengalaman tak terlupakan. Mantap!
ReplyDeletelowalah, ternyata di sumenep ada gilinya jugak ya. semoga kapan2 bisa berkunjung ke Gili Labak ini :")
ReplyDelete