Gula merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh, tentunya dengan kadar yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun saat ini gula seperti berubah menjadi musuh yang harus dihindari bahkan dilawan. Karena, disadari atau tidak makanan yang sering kita konsumsi sehari-hari banyak mengandung bahan makanan tambahan yang tidak dibutuhkan. Termasuk gula berlebih yang terdapat di makanan dan minuman kekinian.
Mudahnya mengakses makanan dan keterbatasan waktu untuk menyiapkan makanan sendiri, seringkali malah menjadikan generasi muda tidak memperhatikan asupan gizi. Akibatnya banyak generasi muda yang terkena penyakit degenerasi padahal harusnya mereka menyiapkan diri untuk menjadi orang tua yang sehat.
Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi fenomena di masyarakat ini, pada 14 September 2022 lalu Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga mengadakan Seminar Nasional "Inilah Saatnya: Aku, Kamu, Kita, Generasi Muda Sadar Gizi!" dengan keynote speaker Ibu Arumi Bachsin, S.E. Acara ini bertujuan untuk mendorong generasi muda menjadi agen perubahan untuk menigkatkan literasi masyarakat.
Kental Manis Bukan Susu
Bapak Arif Hidayat, Ketua Harian YAICI menjelaskan bahwa pemerintah memiliki program mengurangi GGL (Gula, Garam, Lemak). Dan YAICI mengambil peran untuk mengedukasi masyarakat mengenai gula. Awal tahun 2018 YAICI melakukan survey di Kendari kepada Ibu-Ibu mengenai kental manis, hasilnya adalah mereka menyatakan bahwa kental manis adalah susu.
Anggapan yang tertanam di masyarakat mengenai kental manis sebagi susu ternyata membawa dampak buruk bagi kesehatan balita di Indonesia. Bahkan kasus di Kendari sampai ada balita yang meninggal karena gizi buruk. Semua itu akibat masyarakat kurang literasi bahwa kental manis tidak sama dengan susu, kandungan gulanya tinggi namun kandungan gizi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.
Oleh karena itu YAICI ingin mengajak mahasiswa generasi muda untuk sadar gizi sebagai tindakan prefentif. Mahasiswa sebagai agen perubahan diharapkan bisa memberi tahu masyarakat mengenai pentingnya sadar gizi. Dan juga menyiapkan generasi muda sadar gizi yang kelak akan menjadi orang tua.
Hidup Sehat Perlu Cerdas
Untuk bisa hidup sehat kita perlu kecerdasan. Banyak aspek yang harus dijaga dan diperhatikan agar mencapai tujuan hidup yang sehat. Prof. dr. Bambang Wirjatmadi, M.S., M.CN., PHD., Sp.GK. sebagai ahli gizi menjelaskan bahwa untuk bisa hidup sehat kita harus mejaga kesehatan fisik dan psikis.
Untuk menjaga kesehatan psikis kita dianjurkan untuk menjauhi sumber-sumber stress dan pola hidup tidak sehat seperti suka begadang. Menjauhi sumber stress bisa juga dengan mengelola emosi negative, pola hidup sehat dengan istirahat yang cukup.
Sedangkan untuk mendapatkan kesehatan fisik atau jasmani, bisa didapatkan dari pola makan yang sehat. Asupan makanan yang sehat harus memperhatikan beberapa hal, yaitu beragam, bergizi seimbang, aman, dan halal menurut kepercayaan masing-masing.
Menurut dokter Bambang, sehari-hari tubuh kita membutuhkan makanan yang beragam seperti sayur, lauk, dan buah-buahan. Namun harus diperhatikan pula bahwa bahwa makanan yang kita konsumsi mengandung gizi yang seimbang. Hal ini banyak diabaikan oleh generasi muda yang makan sekadar mengikuti tren maupun tidak sempat makan yang bergizi seimbang.
Bahaya Pola Hidup Tidak Sehat
Tren makanan saat ini tinggi banyak yang tinggi karbohidrat serta tinggi gula, selain itu banyak ditambahi bahan tambahan pangan. Kurangnya asupan gizi seimbang serta mengkonsumsi makanan yang memiliki bahan tambahan pangan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, dapat mengakibatkan beberapa masalah kesehatan.
Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif adalah kondisi di mana tubuh mengalami menurunan fungsi jaringan dan organ. Yang termasuk penyakit degeneratif adalah diabetes, obesitas, stroke, jantung, osteoporosis, sampai dengan Alzheimer. Umumnya penyakit ini menyerang kelompok usia 60 tahun atau lansia, namun saat ini penyakit degeneratif banyak dialami oleh anak-anak hingga remaja.
Jika kelompok usia anak-anak, remaja, hingga usia produktif terkena penyakit degeneratif maka akan berdampak pada kualitas SDM Indonesia di masa depan. Karena, di tahun 2030-2040 mendatang Indonesia akan mendapatkan bonus demografi dari kelompok usia produktif.
Infertilitas
Secara umum infertilitas dimaknai sebagai gangguan kesuburan. Infertilitas bisa terjadi kepada pria maupun wanita. Dan dewasa ini gangguan kesuburan banyak didapatkan dari pola hidup yang tidak sehat. Seperti mengkonsumsi makanan tidak sehat, tidak bergizi seimbang, maupun makanan dengan bahan tambahan pangan yang berbahaya bagi tubuh.
dr. Punky Mulawardhana, Sp.Og. mengatakan bahwa sebagai generasi muda harus aware terhadap kondisi tubuh. Dengan cara menjauhi sumber-sumber penyakit berbahaya yang menyangkut kesehatan reproduksi. Di antaranya adalah aktivitas seks bebas tanpa pengaman hingga mengkonsumsi makanan yang tidak sehat. Oleh karena itu beliau juga menghimbau agar generasi muda yang memiliki kesempatan untuk melakukan vaksinasi HPV, baik perempuan maupun laki-laki.
Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia balita karena kekurangan gizi sehingga kebanyakan mereka terlalu pendek untuk anak seusianya. Pemenuhan gizi pada 1000 HPK berpengaruh dalam pertumbuhan balita. Dokter Bambang juga menjelaskan bahwa kasus stunting tidak hanyak dialami oleh masyarakat MBR tapi juga masyarakat menengah ke atas. Karena pemenuhan gizi biasanya berkaitan dengan pola asuh.
Menangani stunting harus diberikan asupan makanan berbasis protein. Orang yang konsumsi proteinnya rendah, imunitasnya juga turut rendah. Ketika anak yang imunitasnya rendah akan mudah terkena infeksi atau radang, pertumbuhan tulang panjangnya terhenti.
Generasi Muda Sadar Gizi
Melek Literasi dan Berperan Masing-Masing di Masyarakat
Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara dalam peringkat literasi. Maman Suherman, penulis buku dan pegiat literasi menjelasakan bahwa literasi bukan hanya mengenai baca tulis saja, namun dapat memahami dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari juga.
Kang Maman juga menjelaskan bahwa dalam bermedia sosial, generasi muda harusnya menggunakan pola awareness-interest-search-action-share. Misalnya ketika timbul kesadaran akan bahaya kental manis yang dikonsumsi sebagai susu, generasi muda juga akan tertarik dan mencari tahu lebih jauh tentang fakta-fakta yang ada, kemudian baru mengambil tindakan dan membagikan apa yang mereka ketahui.
Untuk dapat menyampaikan bahaya kental manis yang dikonsumsi sebagai susu serta makanan-makanan berbahaya lainnya, masing-masing dari kita punya peran tersendiri di masyarakat. Seperti ibu-ibu PKK dan bunda-bunda PAUD yang bisa menyampaikan langsung ke masyarakat, atau seperti Kak Awam Prakoso, founder Komunitas Kampung Dongeng Indonesia yang menyampaikan kepada anak-anak melalui dongeng.
Mahasiswa Sebagai Agent of Change
Salah satu peran dan fungsi mahasiswa adalah sebagai Agent of Change yang juga dapat diterapkan untuk meningkatkan literasi gizi di masyarakat. Disadari atau tidak, mahasiswa merupakan generasi muda yang mendapat kemudahan akses terhadap informasi, pengetahuan, pemahaman terhadap bahaya-bahaya asupan makanan yang salah, termasuk permasalahan kental manis sebagai pengganti susu.
Memberikan edukasi mengenai kesadaran gizi kepada mahasiswa merupakan tidakan preventif, agar di masa depan dapat berkurang atau bahkan tidak ada lagi orang yang mengabaikan kesehatan. Mahasiswa sebagai generasi muda juga adalah calon-calon orang tua di masa depan, yang akan melahirkan dan mendidik generasi peneruh. Oleh karena itu diharapkan bisa mempersiapkan kesehatan diri agar melahirkan generasi yang sehat, serta mengedukasi diri sendiri agar mendidik generasi penerus yang mampu memahami dan menerapkan pola hidup sehat.
Dengan bekal ini diharapakan mahasiswa tidak hanyak menjadi sadar gizi dengan mengurangi konsumsi gula dan menjaga pola hidup sehat, namun bisa menyampaikan dan mengedukasi masyarakat. Tidak perlu dalam konteks terlalu luas, masing-masing mahasiswa bisa menyampaikan kepada keluarga mereka, sehingga muncul komunitas-komunitas masyarakat sadar gizi yang lebih luas.
0 Comments