Assalamualaikum Beijing: Antara Film dan Novel

Novel Assalamualaikum Beijing
Foto Oleh: D. Indah Nurma

Assalamualaikum Beijing merupakan novel best seller karya Asma Nadia yang terbit pada Oktober 2013. Saya sendiri berkenalan dengan novel ini pada awal 2014 dan baru sempat membacanya di bulan ke-tiga. Alhamdulillah novel ini menemani saya saat sakit yang belum pernah saya tahu sebelumnya. Sakit yang sempat meruntuhkan tiang-tiang semangat yang menyangga asa. Sempat kambuh beberapa kali dan akhirnya saya anggap biasa, seperti halnya demam yang bisa datang kapan saja. Terima kasih telah menggantikan mimpi buruk dengan mencerna isi novel yang super romantis ini. 

Biasanya ketika membaca novel setiap lembarnya bagai ada  proyektor yang mengeluarkan tiap scene film dari imajinasi kita. Namun keadaan yang saya alami berbeda ketika membaca novel ini, saya sempat berimajinasi tapi sebentar-sebentar harus terpotong karena sibuk mencerna alur dan hubungan antar tokoh dalam novel. Novel ini termasuk unik menurut saya karena baru menemukan teknik memberi alur cerita seperti ini. Pada satu bagian novel menceritakan hubungan Ra dengan Dewa, pada bagian lain menceritakan kisah Asma yang akhirnya melabuhkan cinta pada Zhongwen. Awalnya saya kira ini adalah buku kumpulan cerita, hehe tapi ternyata di bagian klimaksnya dikemas dengan apik pertemuan hubungan antar tokoh tersebut.

Novel ini tidak hanya berhasil mengangkat kisah cinta romantis antara Asma dan Zhongwen, tapi juga eratnya persahabatan antara Sekar dan Asma dan kehidupan Asma serta Ibunya yang harus menjadi kuat. Lalu sejak saya selesai membaca novelnya langsung menerka-nerka, kira-kira jadinya seperti apa jika difilmkan. Lalu setelah saya melayangkan sebuah tweet untuk Asma Nadia, saya mendapat jawaban yang tidak disangka karena ternyata Assalamualaikum Beijing memang ada niat untuk difilmkan dan sedang mencari sutradara yang berkualitas. Sejak saat itu saya terus memantau perkembangannya dan tentu saja novel milik saya itu jadi punya antrean untuk dipinjamkan.

Tanggal 30 Desember 2014, Film Assalamualaikum Beijing serempak diputar di bioskop tanah air. Di hari pertama penayangan sudah banyak sekali testimoni positif dari para penonton. Sedangkan saya sendiri baru sempat menonton pada hari berikutnya. Dan setelah itu saya tahu bahwa film ini dimulai dengan Batalnya pernikahan Ra dengan Dewa. Kemudian Asmara diminta untuk jadi penulis kolom di Beijing. Di sana ada sahabatnya, Sekar dan suaminya yang terlebih dulu tinggal di Beijing. Eits, selain tanggal 31 Desember 2014 saya juga menonton lagi di tanggal 6 Januari 2015 karena lumayan teganggu dengan ocehan orang di sebelah kanan dan orang yang menerima telepon di dalam teater. Baiklah langsung saja kita bahas apa saja yang menarik dan kurang sregnya di dalam film ini.


  • Karena dimulai dengan pengenalan tokoh Ra dan Dewa yang membatalkan pernikahan, kita tidak akan menemukan kejutan hubungan antara Ra dengan Asma yang ternyata satu orang.
  • Di sini sosok Zhongwen digambarkan menjadi seorang tour guide sehingga bisa bertemu Asma kembali karena menggantikan Sunny. Padahal di novelnya tidak demikian.
  • Saat Asma mencari-cari sosok Zhongwen di Great Wall terlihat hanya Asma yang mencarinya. Padahal seharusnya mereka saling mencari. Dan itu salah satu unsur yang membangun sisi romantis untuk memastikan bahwa mereka benar-benar berjodoh. Hehe...
  • Ketika sekar membahas mengenai pengharapannya agar Zhongwen menjadi mualaf, Ridwan mengatakan bahwa tidak semudah itu. Karena pasti nantinya terjadi pertentangan dalam keluarga. Di sini harusnya menggambarkan bagaimana perjuangan Zhongwen untuk meraih hidayah. Pertentangan dengan keluarga tidak dimasukkan dalam unsur cerita di film. 
  • Saat Asma bertanya pada Ibunya mengenai penyakit yang dideritanya, Asma mengatakan bahwa dia dan Ibunya bukan wanita yang lemah. Dalam film juga tidak disinggung bagaimana mereka bisa digambarkan menjadi sosok wanita yang kuat. Tapi menurut pendapat saya, ketika Asma tegar menghadapi batalnya pernikahan dengan Dewa sudah cukup untuk meng-cover bagaimana dia bisa digambarkan menjadi sosok yang kuat.
  • Scene-scene Sekar dan Ridwan yang kocak dan segar menjadi bumbu khas kisah cinta romantis antara Asma dengan Zhongwen. Saya rasa tanpa penggambaran mereka yang kocak, kisah Asma dan Zhongwen akan nampak flat. Perkataan Ridwan mengenai pentingnya iman dalam cinta dan romantis bisa datang belakangan ini seperti gembok yang menemukan kunci saat scene Zhongwen melamar Asma. Itu benar-benar menyentuh hati penonton.
  • Kisah eratnya persahabatan Asma dan Sekar juga bisa dibilang dapet banget di film ini.  Asma dan Sekar berhasil saling melengkapi.
  • Kisah keteguhan dan semangat seseorang yang menderita sakit serius juga semakin mewarnai film ini. Dan menunjukkan bahwa ternyata ada yang namanya penyakit APS. Selain memberikan hiburan, film ini juga memberikan pengetahuan baru.
Baiklah, saya ingin memuji akting dari masing-masing tokoh. Ibnu Jamil, kamu sukses dibenci penonton karena berhasil membawakan sosok Dewa yang menyebalkan. Revalina S. Temat, aktingmu ketika sakit bagus banget, kalau soal akting selain itu saya yakin kamu memang top. Nah Morgan Oey yang tergolong pendatang baru, sejak awal saya yakin kamu bisa memawakan sosok Zhongwen dengan baik dan ternyata melebihi ekspektasi saya. Ini pendapat jujur sebagai penonton bukan sebagai fansnya Morgan, hehe. Cuma selain Bahasa Mandarin yang dengan logat Beijing, sepertinya Morgan juga harus bisa membawakan Bahasa Inggris yang masih tercampur logat Beijing. Untuk Bella dan Desta, sejak awal melihat kalian di promo film yang benar-benar terlihat cair dan akrab membuat saya makin tidak sabar menonton filmnya. Ternyata kalian benar-benar membuat film ini lebih hidup.

Tentunya kolaborasi antara Asma Nadia dengan Guntur Soeharjanto tidak dapat dipandang sebelah mata, novel ini benar-benar sukses terangkum dalam sebuah film. Bagi yang tukang baca dan sebelumnya sudah membaca novelnya pasti akan membanding-bandingkan dengan filmnya. Itu terjadi juga pada saya tapi pada akhirnya saya menyadari satu hal bahwa membuat film dengan adaptasi dari novel tidak melulu harus sama. Toh esensi dan pesan yang ingin disampaikan pada pembaca atau penonton sama. Juga terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bisa dibayangkan mau seberapa panjang filmnya jika unsur yang saya inginkan di atas semuanya masuk ke dalam film. Mungkin yang terjadi bukan membuat filmnya bagus tapi malah jadi bertele-tele dan membosankan. Saya katakan saya tidak menyesal membaca dan menontonnya karena memang punya sensasi sendiri-sendiri. Ada sesuatu yang tidak bisa didapatkan dengan membaca atau menonton saja. Tapi pilihan masing-masing bagi yang suka membaca atau menonton saja. Di akhir film saat saya menonton untuk yang ke-dua kalinya penonton yang hampir memenuhi teater tidak sedikit yang bertepuk tangan.

Terima kasih untuk tontonan yang bermanfaat ini. Semoga perfilman Indonesia semakin maju dan berkualitas. Meskipun tidak sedikit orang yang memandang sebelah mata. Bahkan ketika saya meng-update status BBM saja untuk menonton Assalamualaikum Beijing. Ada beberapa tanggapan kalau film Indonesia tidak perlu kita ke bioskop karena satu bulan setelahnya pasti keluar di televisi. Ah jika semua penonton berpikiran seperti itu lalu siapa yang akan menonton di bioskop? Jika tak ada yang menonton di bioskop lalu masihkah mau para sineas kita membuat film yang berkualitas? Bisa dikatakan penonton menjadi pendukung hadirnya film-film lokal yang bagus. Masa selamanya kita hanya menjadi penikmat film-film asing yang masuk ke Indonesia? kan tidak. Menonton bioskop bisa menjadi hiburan tersendiri dan bagi yang di daerahnya tidak ada bioskop cukup adil bisa menonton di televisi kemudian hari. Akhir kata terima kasih untuk Assalamualaikum Beijing baik novel maupun film.

Salam dari saya dan teman saya di bukan Beijing, hehe...




Post a Comment

17 Comments

  1. belum baca bukunya belum nonton filmya , jadi mending yang mana dulu ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mending nonton filmnya dulu, keburu ditarik dari bioskop-bioskop. Kalau baca kan bisa kapan saja. Hehe...

      Delete
  2. masih tahap menunggu untuk bisa nonton filmnya dan baca bukunya hehee

    ReplyDelete
  3. Aku udah baca dan nonton filmnya. Asli ga nyangka kalau beberapa scene versi filmnya ada yang beda dengan versi novel. Tapi tidak merusak ekspektasi saya ketika membayangkan diangkat jadi film. Spesial buat Morgan Oey, sebagai new comer saya acungin 4 jempol deh, dua jempolnya pinjem dulu hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata kita sependapat. Morgan juga aktingnya bener2 melebihi harapan. Ini teh saya kasih pinjem dua jempol tapi saya juga pinjem dua jempol. hehe

      Delete
  4. Mbak, ini resensi yg komplit banget tentang buku & filmnya :D ya memang film tdk harus selalu sama dg buku yg diadaptasinya, selama pesan dari buku tetap bisa tersampaikan. Oya, saya yakin mbak Dwi setegar Asma. Semoga Allah selalu beri mbak kesehatan &kekuatan :) salam kenal. Thx sudah mampir di blog saya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih juga ya mbak sudah mampir juga ke blog saya.

      Delete
  5. Wah saya ketinggal, belum beli bukunya, belum nonton filmnya. Kudu nih...

    salam,
    alrisblog.wordpress.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal, terima kasih sudah mampir. Selamat membaca novelnya, hehe.

      Delete
  6. Tentang Morgan yg memerankan karakter Zhongwen, setuju bingits, Mbak. Padahal awalanya rada2 mikir, "Dia kan boyband, bisa gitu main film?"
    Hihi, understimate duluan. Maaf, Morgan :D

    ReplyDelete