Padang
Besar waktu itu (April 2019) kira-kira cuacanya lebih panas dari Surabaya saat
sedang panas-panasnya. Setelah kira-kira satu kilometer saya keluar dari pintu
perbatasan Malaysia, tepat di depan saya terdapat gerbang dengan bendera
Thailand yang berkibar tak kalah gagah dengan matahari pukul 10.00.
Saya
tidak percaya bahwa akhirnya saya akan menginjakkan kaki di Thailand untuk
pertama kali. Literally menginjakkan
kaki di kunjungan pertama di Thailand. Kalau yang belum mengikuti cerita saya
kenapa bisa sampai jalan kaki dari Malaysia ke Thailand, boleh simak tulisan
sebelumnya tentang jalan kaki dari Malaysia ke Thailand.
Percaya
atau tidak, situasi di perbatasan mirip seperti kalau kita keluar dari stasiun
kereta api di sini, alias banyak banget yang menawarkan jasa ojek. Telinga saya
tiba-tiba roaming tidak yakin mereka
berbicara dalam Bahasa Melayu atau Bahasa Thailand. Mungkin melayu dengan logat
Thailand atau Thailand dengan logat melayu, haha entahlah.
Deg-degan Di Imigrasi Thailand (Padang Besar)
Gerbang Perbatasan Thailand |
Setelah
masuk gerbang Thailand tentunya saya dan teman saya harus mendapatkan stempel
terlebih dahulu untuk bisa melenggang senang-senang di Thailand. Jujur saya
sudah agak lemas setelah berjalan kaki di perbatasan, apalagi jalan agak
menanjak dan panase ora umum. Bonus
sedang menstruasi hari pertama dan belum sarapan.
Astaghfirullah
malah sebar derita, hahaha..
Kami
mengantre di loket luar untuk bisa mendapatkan stempel, ketika sampai di depan
ternyata ini adalah antrean untuk Warga Negara Thailand. Kemudian kami disuruh
untuk mengantre imigrasi di dalam. Di saat sudah akan sampai di depan, saya
melihat orang mengisi formulir dan teman saya berbaik hati untuk mencari di
mana kami bisa mendapatkan formulir tersebut sementara saya menjaga antrean. Lagi-lagi
kami bingung karena kami berjalan kaki sedangkan di formulir ada nopol kendaraan
yang harus diisi.
Sudah
hampir pusing dan lelah karena proses imigrasi yang tidak saya mengerti ini.
Kemudian ada ibu-ibu ojek yang mengarahkan kami untuk masuk ke ruangan petugas
karena antrean kami adalah untuk Warga Negara Malaysia. Si Ibu sempat bilang
kalau untuk non Malaysia dan Thailand proses imigrasinya di dalam ruangan
petugas. Tak lupa kami harus membawa uang 10 ribu THB katanya. Waduh.. alamat
kami bakal ditolak nih karena hanya membawa 2000 THB.
Akhirnya
kami masuk ke ruangan petugas yang sebelumnya ada sepasang bule yang keluar
dari ruangan tersebut. Saya sudah menyiapkan mental kalau ditolak dan harus
kembali ke Malaysia. Tapi kami tidak menyangka kalau kami tidak sampai 5 menit
di dalam ruangan tersebut, tanpa wawancara, dan langsung diberikan cap izin
memasuki Thailand. Huhu.. senang banget coy!
Akhirnya Menginjakkan Kaki Di Hat Yai Yang
Panas
Cerita
tentang drama kami keluar dari imigrasi Padang Besar sampai bisa menemukan
kereta menuju Hat Yai juga bisa dibaca di tulisan drama perjalanan kaki dariMalaysia ke Thailand. Pokoknya kami sangat bersyukur bisa melewati proses ini
dengan dibantu orang-orang baik yang kami temui.
Setelah
keluar dari gerbong kereta yang tampak seperti kereta api di Indonesia ketika
masih ada pedagang di dalam gerbong, kami akhirnya melihat wajah Stasiun Hat
Yai. Aroma Thailand jelas tampak di sini,
mulai dari tulisan dan juga bahasa orang-orang di sini.
Keluar
dari stasiun kereta api, kami sempatkan untuk berfoto terlebih dahulu. Sebelum kami
mengurus segala keperluan di sini selama 3 hari 2 malam. Setelah berfoto ala
kadarnya, kami menuju ke kios pulsa dan sim untuk membeli kartu sim tentunya...
Iya dong? Masa mau beli kue cucur. Yang kami cari sebenarnya adalah kartu sim
lain tapi ternyata di sini adalah store khusus
Provider Dtac. Haha...
Prosesnya
lumayan cepat dan pegawainya sangat membantu. Mulai dari pemasangan kartu dan registrasi
menggunakan paspor saya. Harga kartu Dtac ini juga menurut saya sangat
terjangkau. Waktu itu sekitar 80 ribu rupiah untuk kartu unlimited (FUP 1GB) dengan masa aktif satu minggu. Kecepatannya?
Pokoknya ngebut banget kayak bocah balap liar di jalanan menuju Jembatan
Suramadu.
Kios dtac |
Misi
kedua setelah berhasil mendapatkan kartu sim adalah menyewa sepeda motor. Jauh-jauh
hari sebelumnya kami sudah mengontak salah satu provider persewaan sepeda motor di Hat Yai yang tidak perlu
menyerahkan paspor sebagai jaminan.
Kami
mengambil motor sewaan di salah satu hotel di Hat Yai. Kami hanya perlu
menunjukkan paspor dan suran ijin mengemudi untuk dicopy oleh mereka. Kami disambut
dengan baik, diberikan minum air dingin yang rasanya seperti pintu surga di
tengah panasnya Hat Yai.
Motor Sewaan |
Setelah
menyerahkan beberapa Baht, kami bisa membawa motor untuk dua hari dengan
perjanjian tidak boleh berkendara di luar kota dan mengembalikan dalam keadaan
bensin full tank. Setelah itu rasanya seperti sudah jadi orang Thailand. Mengendarai
Yamaha Fino dan helm kura-kura yang cuma nempel di atas kepala. Haha...
Tulisan
kali ini saya akhiri di sini saja sepertinya. Tulisan selanjutnya akan saya
sambung tentang tempat-tempat yang sempat saya kunjungi selama di Hat Yai.
4 Comments
banyak nongpoi ga?
ReplyDeletebgus banget infonya
ReplyDeleteKak bayar 10 ribu THB nya jadi? Atau cukup 2000 THB? Itu pungli bukan sih kak?
ReplyDeleteJadinya tidak bayar apa-apa kok. Itu ojeknya aja nakutin padahal tidak ada pungli.
Delete